Secarik Kisah Indah, Pemilik Usaha Jahe Akhwat
Desa Pattallasang, Bantaeng adalah rumah bagi kisah inspiratif seorang perempuan bernama Indah. Lewat usaha yang dinamai Jahe Akhwat, ia telah mengangkat cita rasa jahe menjadi lebih dari sekadar rasa, namun juga pengalaman yang menghangatkan dalam setiap sajian.
Pada tahun 2021, Indah memulai perjalanan Jahe Akhwat. Namun sebenarnya, benih usaha ini sudah mulai tumbuh sebelum tahun 2020, meski puncaknya baru tercapai pada 2021. Indah, yang memiliki latar belakang SMK Pengolahan Hasil Pertanian, menemukan inspirasinya saat muridnya sedang menjalani magang di Kopi Turaya di tahun 2020. Saat itu ia didapuk menjadi pembimbing muridnya. Di masa pandemi tersebutlah ia dan muridnya berinovasi membuat minuman cokelat jahe.
Di saat itu, potensi jahe khususnya jahe merah sangat menjanjikan. Harganya meroket tinggi, mencapai 40.000 hingga 50.000 rupiah per kilogram. Apalagi Pattallassang bisa dikatakan sebagai surganya tanaman yang biasa tumbuh di antara pepohonan cengkeh atau cokelat ini.
Naas, pasca pandemi mereda, harga jahe justru merosot drastis. Padahal banyak petani yang mulai menanamnya. Tanaman jahe akhirnya berakhir membusuk di ladang, tidak dipanen karena harganya yang anjlok. Situasi ini memberikan dorongan kuat bagi Indah untuk mengambil peran dalam membantu petani jahe.
Ia memutuskan berinovasi dengan tanaman herbal ini. Perempuan berhijab ini menciptakan sesuatu yang unik dan bernilai tinggi dari jahe, sesuatu yang lebih dari sekadar bumbu dapur atau sarabba’ (minuman tradisional Bugis – Makassar). Inovasi ini membawanya pada ide untuk menggabungkan jahe dengan cokelat, menciptakan produk yang dikenal dengan nama Jahe Akhwat.
Nama ini sendiri dibuat karena awalnya produk ini pertama kali dibuat di pesantren Al-Furqan. “Akhwat itu kan panggilan untuk perempuan di pesantren, jadi dikasi nama Jahe Akhwat,” tuturnya. “Nah, kalau saya sendiri tidak terlalu suka sarabba’ tapi saya ini pencinta cokelat. Jadi saya berpikir mencari cara bagaimana supaya saya juga suka minum jahe dan dapat khasiatnya. Nah, jadilah produk cokelat jahe,” tambahnya.
Bermodalkan uang yang tak banyak, ia pun bertekad memulai usahanya itu. Namun seperti kebanyakan usaha, keberhasilan tidak datang begitu saja. Kendati begitu, Indah tetap berjuang dan belajar mengatasi setiap tantangan yang muncul.
Bak gayung bersambut, kehadiran perusahaan Huadi Nickel Alloy Indonesia memberikan dorongan yang signifikan bagi perjalanan Jahe Akhwat. Berawal dari rekomendasi yang diberikan Mutahhir Aco Nuh (owner Kopi Turaya), Indah akhirnya bertemu dengan HBIP (perwakilan HNAI) yaitu Lily Dewi Candinegara, Asrullah Dimas, Nugraha Arifin. Di penghujung tahun 2021, Huadi mencari UMKM yang telah berdiri lama dan UKMK baru untuk ikut dalam UMKM Expo di Makassar. UMKM lama diwakili oleh Turaya Kopi dan UMKM baru diwakili Jahe Akhwat.
“Di situ banyak sekali yang laku jualanku. Mungkin waktu itu pas dengan cuacanya yang lagi hujan. Bahkan tamu-tamu VIP juga suka hingga produk tester juga habis,” ujarnya. Indah menduga hal itulah yang menjadi titik balik bagi Jahe Akhwat dilirik oleh perusahaan.
Pasca pameran, pesanan rutin dari Huadi membuat produksi Jahe Akhwat meningkat secara konsisten. Lebih dari 40 bungkus pesanan per minggu, dengan variasi isi 100 gram dan 200 gram dipesan oleh Huadi. Untuk kemasan 100 gram dihargai Rp. 10.000 dan 200 gram seharga Rp. 20.000. Setiap kali ada tamu dari Huadi, pasti pesanan Jahe Akhwat selalu ada. Pesanannya bergantung jumlah tamunya. “Pernah paling banyak itu 50 bungkus yang kemasan 200 gram,” ujarnya.
Saat ini produksinya semakin meningkat dibanding sebelum ada kerjasama dengan Huadi. Selain itu, produknya juga semakin banyak yang kenal. Sebelumnya, produksinya hanya sekitar 1-3 kg saja perbulan dan baru diproduksi ketika ada yang memesan. “Semenjak kerjasama dengan Huadi kita itu selalu ready stock karena kadang tiba-tiba ditelpon agar tersedia di hari itu,” terang Indah. Saat ini, mereka pun menyiapkan stok hingga 10 kg perbulan. Artinya ada peningkatan produksi hingga tiga kali lipat dibanding sebelumnya.
Indah berseloroh dihinggapi perasaan bangga dan kecil saat pertama kali menjalin kerjasama dengan Huadi. Merasa merintis dari bawah, Indah tidak menyangka usahanya akan mendapat perhatian dari perusahaan sekelas Huadi. “Ini kan Huadi, perusahaannya terkenal. Nah, saya kan masih merintis dari bawah, dari nol dan masih kecil, pastinya ada perasaan bangga tapi juga sedikit grogi,” ungkapnya.
Tidak hanya di Huadi, produk Jahe Akhwat juga menemukan jalan ke daerah-daerah lain, seperti Jeneponto dan Gowa. Permintaan pun semakin bertambah, bahkan dari Pare-pare, meskipun masih menunggu kesepakatan lebih lanjut. Kemasan produk juga mengalami perubahan, dari yang berwarna hitam dengan stiker tempel menjadi lebih cerah dengan warna pink dan putih. Perubahan ini sejalan dengan perkembangan usaha yang semakin dikenal dan diminati.
Keberadaan Huadi memberi jaminan orderan yang membuatnya dapat mempekerjakan dua orang pegawai. Produksi yang semakin meningkat dan kesadaran atas potensi produknya membawa perubahan signifikan dalam bisnis Jahe Akhwat.
Semenjak adanya kerjasama, Indah merasa terjadi perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik. Apalagi untuk dia yang baru membina rumah tangga dalam 2 tahun terakhir. Perubahannya terasa karena awalnya penghasilannya hanya didapat dari mengajar di pesantren saja. “Awalnya itu kan sebelum menikah itu penghasilannya dari mengajar sekarang sudah ada penghasilan dari usaha ini selain dari suami juga,” jelasnya.
Penghasilan dari jahe akhwat pun bisa dirasakan secara nyata dengan renovasi rumah tempat tinggalnya. “Alhamdulillah sudah bisa membangun bagian depan rumah, bikin pagar dan beli hp,” terangnya.
Selain itu, Ansar selaku suami Indah yang dinikahinya di tahun 2022 juga sangat mendukung aktivitas yang dilakukan oleh istrinya. Meskipun ia tidak banyak terlibat langsung dalam produksi tetapi dukungannya tidak perlu diragukan lagi. Terkadang, ia juga terlibat saat mengantarkan produk tersebut ke Huadi.
Indah yang dari kecil hingga besar berada di Pattallassang mengaku tidak pernah bertemu dengan banyak orang apalagi ke tempat lain di luar Bantaeng. “Setelah tamat SD itu tinggalnya di pesantren. Yah bisa dibilang hanya orang kampung yang ndeso. Pertama kali saya itu ke Makassar dan tinggal di hotel ya karena jahe akhwat mewakili Huadi,” jujurnya. Bahkan ketika pertama kali mengikuti UMKM Expo, ia rela meninggalkan sejenak suaminya sebulan pasca acara pernikahan ke hotel Claro, Makassar.
Saat ini, Indah tengah menjajaki kerjasama dengan produsen cokelat yang dikenalnya melalui pameran. Rencananya ia ingin menggunakan cokelat yang diproduksi langsung dari kakao itu bukan cokelat yang dibeli di toko atau pasar. Ke depannya ia juga ingin memiliki rumah produksi sendiri dan punya peralatan yang lengkap. “Sekarang itu peralatan yang di gunakan itu masih yang manual, diblender sendiri jahe dan cokelatnya,” pungkasnya. Dari kerjasamanya dengan Huadi, Indah berharap akan ada outlet atau semacam kafe di KIBA yang bisa dijadikan tempat untuk menjajakan produknya. “Semoga itu bisa cepat terwujud. Pasti akan meningkat lagi produksi kalau memang sudah ada nantinya,” tutunya. Terakhir, ia berharap ada dukungan dari pemerintah daerah juga terkait usahanya tersebut. Kisah perjalanan Indah bukan hanya tentang usaha dan ekonomi semata, tetapi juga tentang bagaimana sebuah tanaman dapat mengubah kehidupan dan memberi harapan baru.
Kisah ini dimuat di buku Teroka Kawasan Industri Bantaeng: Harapan dari Selatan, teman – teman bisa langsung membacanya disini.
#KisahInspiratif
#JaheAkhwat
#HuadiIndonesia
#HuadiGroupBantaeng
#TumbuhBersama